Mahabharata VIII

SECTION CCIV

(Viduragamana Parva continued)

 

“Vaisampayana said, ‘Thus addressed by Duryodhana, Karna said, ‘It doth

not seem to me, O Duryodhana, that thy reasoning is well-founded. O

perpetuator of the Kuru race, no method will succeed against the

Pandavas. O brave prince, thou hast before, by various subtle means, Lainnya

Mahabharata VII

SECTION CLVII

(Hidimva-vadha Parva continued)

“Vaisampayana said, ‘Bhima, beholding Hidimva following them, addressed

her, saying, ‘Rakshasas revenge themselves on their enemies by adopting Lainnya

Mahabharata VI

SECTION XCIX

(Sambhava Parva continued)

“Santanu asked, ‘What was the fault of the Vasus and who was Apava,

through whose curse the Vasus had to be born among men? What also hath

this child of thine, Gangadatta, done for which he shall have to live Lainnya

Mahabharata V

SECTION LXXII

(Sambhava Parva continued)

Kanwa continued, ‘And Sakra, thus addressed by her, then commanded him

who could approach every place (viz., the god of the wind) to be present

with Menaka at the time she would be before the Rishi. And the timid and Lainnya

Mahabharata IV

SECTION L

(Astika Parva continued)

‘Sauti continued, ‘The ministers said, ‘That king of kings then, spent

with hunger and exertion, and having placed the snake upon the shoulders Lainnya

Mahabharata III

SECTION XI

(Pauloma Parva continued)

“Sauti continued ‘The Dundubha then said, ‘In former times, I had a

friend Khagama by name. He was impetuous in his speech and possessed of

spiritual power by virtue of his austerities. And one day when he was Lainnya

Mahabharata II

SECTION II

“The Rishis said, ‘O son of Suta, we wish to hear a full and

circumstantial account of the place mentioned by you as Samanta-panchaya.’

Lainnya

Mahabharata I

ADI PARVA

SECTION I

Om! Having bowed down to Narayana and Nara, the most exalted male being,

and also to the goddess Saraswati, must the word Jaya be uttered.

Ugrasrava, the son of Lomaharshana, surnamed Sauti, well-versed in the

Puranas, bending with humility, one day approached the great sages of

rigid vows, sitting at their ease, who had attended the twelve years’ Lainnya

Translator’s Preface of Mahabharata

TRANSLATOR’S PREFACE

 

The object of a translator should ever be to hold the mirror upto his

author. That being so, his chief duty is to represent so far as

practicable the manner in which his author’s ideas have been expressed,

retaining if possible at the sacrifice of idiom and taste all the Lainnya

Pararaton Revisited

PARARATON REVISITED
Suatu Penafsiran Baru Mengenai
Keluarga Raja-Raja Majapahit

o l e h
NIA KURNIA SHOLIHAT IRFAN

SEJAK akhir abad ke-19, setelah penemuan naskah Pararaton yang menguraikan keluarga raja-raja Majapahit, para ahli sejarah mulai menyusun sejarah kerajaan Hindu terbesar di Jawa itu secara ilmiah, sebab data Pararaton ternyata banyak yang sesuai dengan prasasti-prasasti dari zaman Majapahit. Sayangnya, uraian Pararaton mengenai keluarga raja-raja Majapahit sering terlampau singkat, kurang lengkap, dan kadang-kadang membingungkan, sehingga para ilmuwan harus jeli dalam membaca dan menafsirkannya. Itulah sebabnya sampai awal abad ke-21 sekarang rekonstruksi sejarah Majapahit belumlah tuntas. Tulisan ini khusus membahas hubungan kekeluargaan dinasti Majapahit dan diharapkan dapat menjembatani perbedaan penafsiran naskah Pararaton di kalangan para ahli sejarah. Lainnya

Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu (Bagian 01)

Dalam kitab Ramayana, tersebutlah seorang raja yang mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan pada anaknya. Raja tersebut yang menjadi Begawan Wisrawa, menyerahkan pada putranya Prabu Danareja di kerajaan Lokapala. Di negeri yang lain, Alengka, diperintah oleh Prabu Sumali yang dibantu oleh adiknya Arya Jambumangli, dan puterinya yang sangat cantik sedang diperebutkan oleh para raja. Namanya Dewi Sukesih. Lainnya

Pustaka Niti Sastra

Untuk suksesnya pencapaian tujuan suatu perkumpulan, hal ini sangat tergantung dari proses kerjasama dan rasa saling membutuhkan antara anggota dengan pemimpinnya. Di dalam kitab Niti Sastra Bab I Sloka 10 kondisi ini diibaratkan seperti hubungan Singa dengan hutan, sebagai berikut:

“Singa adalah penjaga hutan. Hutan pun selalu melindungi singa. Singa dan hutan harus selalu saling melindungi dan bekerjasama. Bila mereka berselisih, maka hutan akan hancur dirusak manusia, pohon-pohonnya akan habis dan gundul ditebang. Hal ini membuat singa kehilangan tempat bersembunyi, sehingga ia bermukim di jurang atau di lapangan yang akhirnya musnah pula diburu manusia. Lainnya

Dhasa Shila Sutasoma

1.Aja Sira Anlarani Ati Nin Non

Jangan menyakiti hati orang lain

2.Aja Amidanda Tan Sabenere

Jangan menjatuhkan hukuman yang tidak sesuai Lainnya

Memayu Hayuning Bawana

Luhuring kawruh babagan karahayon dumunung ana ing pangawikan pribadi, samubarang kalir saliring bab sabarang reh mengku kaluhuran Gusti sinawung sekar kesumastuti.

Pangawikan Pribadi Pambukaning Kaywanan
1. Surya kembar ing madyaning ratri, tumanduking katresnan sanyata, lelabuhan panuntune, rawuhe panunggal laku, pengadilan asmara wening, pinarcaya ing kodrat, tumuli manekung, sinerat pustaka rasa, sing prayitna lamun harsa manjing budi, memayu hayuningrat.
2. Tumurune pepakon kang jati, peparinge Kang Maha Kuwasa, minangka panunggal dzate, panyerat karya hayu, rahayune manunggal kardi, pakaryaning Pangeran, aneng budi luhur, panunggaling cipta rasa, miwah karsa panyerat pustaka iki, , mangestu hesti tunggal Lainnya

Nagarakretagama

Pupuh I

1.

Om! Sembah pujiku orang hina ke bawah telapak kaki Pelindung jagat Siwa-Buda Janma-Batara sentiasa tenang tenggelam dalam Samadi Sang Sri Prawatanata, pelindung para miskin, raja adiraja dunia Dewa-Batara, lebih khayal dari yang khayal, tapi tampak di atas tanah. Lainnya

Serat Wedhatama

Pupuh I

Pangkur

01

Mingkar-mingkuring ukara, akarana karenan mardi siwi, sinawung resmining kidung, sinuba sinukarta, mrih kretarta pakartining ilmu luhung,kang tumrap ing tanah Jawa, agama ageming aji. Lainnya

Guritku Gurit Pamuji Setya Amrih Prasaja

Sungegurit lumantar tutur kang prasaja

Nembah suci wiwaraning ati kang kaèksi

Basa tutur kang rinacik ing nguni

Wulangrèh kang dèn memetri Lainnya

Sabda Pandita Ratu dan Bawalaksana

Dalam dunia orang Jawa kita mengenal adanya ungkapan etika yang berbunyi “Sabda pandhita ratu, tan kena wola – wali” dan “Berbudi Bawalaksana”. Dalam pengartian bebas ungkapan Sabda pandhita ratu tan kena wola – wali dapat diartikan ucapan pendeta/raja, tidak boleh diulang dan berbudi bawalaksana dapat berarti mempunyai sifat teguh memegang janji, setia pada janji atau secara harafiah bawalaksana dapat juga diartikan satunya kata dan perbuatan. Lainnya

Serat Joko Lodhang

Ronggeh jleg tumiba

Gagaran santosa

Wartane meh teka

Sikara karodha Lainnya

Serat Sabdatama

Rasaning tyas kayungyun

Angayomi lukitaning Gambuh

Gambir wana kalawan eninging ati

Katenta kudu pitutur

Sumingkir ing reh tyas mirong Lainnya

Kembalinya Batara Guru ke Jonggring Salaka

Dua belas tahun setelah penaklukan Lembu Andana, Sri Maharaja Dewa Buda membuat seperangkat alat musik yang diberi nama Lokananta. Masyarakat lebih mengenalnya sebagai gamelan Lokananta. Selain itu juga menciptakan tari-tarian dan lagu. Ini adalah awal mula masyarakat Jawa mengenal kesenian.

Tiga tahun kemudian, Sri Maharaja Dewa Buda bermimpi menemukan emas permata. Esok paginya ia menemukan emas permata di puncak Gunung Mahendra. Karena senang hatinya, ia pun menjadi lupa diri dan membuat peraturan bahwa barangsiapa yang bermimpi pada malam hari maka harus melakukan apa yang dimimpikan itu pada keesokan harinya. Peraturan itu harus dipatuhi, jika mimpi mandi maka esoknya harus mandi. Akibatnya rakyat menjadi ketakutan. Mereka tidak berani tidur karena takut bermimpi buruk. Lainnya

Kembalinya Batara Guru ke Jonggring Salaka

Dua belas tahun setelah penaklukan Lembu Andana, Sri Maharaja Dewa Buda membuat seperangkat alat musik yang diberi nama Lokananta. Masyarakat lebih mengenalnya sebagai gamelan Lokananta. Selain itu juga menciptakan tari-tarian dan lagu. Ini adalah awal mula masyarakat Jawa mengenal kesenian. Lainnya

Kisah Pengganti Lembu Andini

Pada suatu ketika, Sri Maharaja Dewa Buda melihat cahaya memancar di laut selatan. Setelah didatangi, ternyata cahaya itu berasal dari seorang raksasa yang sedang bertapa. Untuk menguji tapa raksasa itu, Sri Maharaja Dewa Buda menghujaninya dengan berbagai macam petir. Namun sang raksasa tetap teguh tapanya. Sri Maharaja Dewa Buda lalu membangunkannya secara baik-baik dan mengatakannya bahwa tapanya telah berhasil. Lainnya

Kisah Sri Maharaja Dewa Buda

Seratus tahun telah berlalu sejak tanah Jawa diisi oleh Mpu Sangkala. Pada mulanya masyarakat Jawa menjalani hidup dengan baik dan tertib. Namun lama kelamaan mereka larut dalam kesibukan pekerjaan saja, melupakan persembahan kepada Tuhan yang telah memberikan semuanya kepada mereka. Kehidupan mereka tak beda seperti binatang yang hanya berburu untuk mencari makan. Tidak ada tata aturan yang mengatur kehidupan mereka. Lainnya

Pengisian Pulau Jawa

 

Pada suatu hari Mpu Sangkala didatangi utusan Sultan Galbah yang memintanya untuk segera memimpin pengisian kembali Pulau Jawa dengan penduduk manusia. Kali ini Sultan Galbah memerintahkannya untuk mencari penduduk yang tinggal di daerah panas seperti pulau tersebut.

Maka berangkatlah Mpu Sangkala ke Tanah Hindustan untuk membawa penduduk dari sana. Atas izin Batara Guru yang dipertuhankan orang-orang Hindustan, Mpu sangkala pun memperoleh 1500 keluarga dari Negeri Keling lengkap dengan membawa perabotan rumah tangga dan hewan ternaknya. Selain itu ia juga mendapat bantuan dari ketiga adiknya yang bernama Mpu Bratandang, Mpu Braruni, dan Mpu Braradya.  Kemudian mereka berangkat melalui pulau Selakandi (sekarang disebut Srilanka), Hindia Belakang, dan Siam. Dari perjalanan itu, jumlah mereka setibanya di Pulau Jawa menjadi 20.000 keluarga. Lainnya

Penumbalan Tanah Jawa

Prabu Ajisaka yang bertakhta di Kerajaan Surati terpaksa harus meninggalkan negerinya karena hancur oleh serbuan musuh. Ia kemudian mengungsi ke hutan dan ditemui oleh Batara Anggajali. Ayahnya itu menyarankan agar ia bertapa di Pulau Jawa yang kini sudah ditinggalkan Batara Guru.

Ajisaka tiba di Pulau Jawa. Di sana ia berganti nama menjadi Mpu Sangkala dan bertempat di Gunung Hyang. Saat pertama kali ia membuka gunung tersebut ditetapkan sebagai permulaan tahun Sangkala. Lainnya

Cupu Linggamanik

Setelah lima belas tahun berkahyangan di Argadumilah, Batara Guru mendengar kabar bahwa Nabi Isa telah meninggal dunia. Ia pun mengajak semua para dewa dan bidadari untuk meninggalkan Pulau Jawa, kembali ke Pegunungan Himalaya.

Namun Kahyangan Gunung Tengguru telah rusak parah akibat serangan burung merpati ciptaan Nabi Isa dulu. Maka Batara Guru pun membangun kahyangan baru di puncak lain Himalaya, yaitu di Gunung Kelasa. Kahyangan tersebut diberi nama Kahyanagan Jonggringsalaka, karena memancarkan cahaya berwarna keperak-perakan. Lainnya

Petuah Galunggung

Dalam sejarah rakyat Sunda dikenal istilah Resi Guru, yang sepanjang jaman hanya dimiliki tiga orang. Ketiga orang itu adalah:

  1. Resi Guru Manikmaya (Raja di Kendan, ± 536 – 568 M)
  2. Resi Guru Demunawan (Raja Saunggalah I, ± awal abad 8 M)
  3. Resi Guru Niskala Wastu Kancana (Raja Kawali, ± 1371 – 1475 M)

Resi Guru adalah sebuah gelar yang terhormat bagi seorang raja yang telah membuat suatu ajaran, visi hidup, atau undang-undang dasar yang menjadi pedoman bagi seluruh keturunannya dan rakyatnya. Lainnya

Terciptanya Batara Kala

Pada suatu hari, Batara Guru mengajak istrinya, Batari Uma untuk pergi ke langit selatan laut Jawa dengan mengendarai Lembu Andini. Sinar matahari senja yang menerpa tubuh Batari Uma, membuat parasnya semakin cantik. Batara Guru bangkit nafsunya dan ingin menyetubuhi istrinya itu di atas punggung Lembu Andini saat itu juga.

Batari Uma menolak karena malu kepada Lembu Andini, dan meminta agar Batara Guru bersabar hingga mereka kembali ke kahyangan Arga Dumilah di puncak Gunung Mahendra. Namun Batara Guru bersikeras mengajak Batari Uma menuruti hasratnya. Ia pun memangku istrinya hingga mengeluarkan air mani. Namun Batari Uma meronta menghindar hingga air mani itu jatuh ke dalam laut selatan. Lainnya

Hancurnya Kahyangan Tengguru

Alkisah, Isa putra Siti Maria telah tumbuh menjadi seorang pemuda berusia delapan belas tahun. Sejak lima tahun yang lalu ia ikut kerabatnya berdgang di tanah Hindustan. Di sana ia belajar tentang samadi dan tata cara menyembah Tuhan.

Isa memiliki kepandaian di atas rata-rata manusia biasa. Dalam waktu singkat ia telah menyerap semua ilmu yang dipelajarinya. Bahkan, pengikutnya bertambah banyak. Di antaranya adalah orang-orang yang tidak mau tunduk dan menyembah Batara Guru. Lainnya

Previous Older Entries